Nuffnang

Wednesday, 16 January 2013

Mengapa Pemburu Ini Berasa Menyesal?


Sebagai seorang manusia kita tidak boleh hidup dengan rasa sifat tamak. Sifat tamak sebenarnya akan merugikan kita pada suatu hari nanti. Sebagai contoh kisah yang ingin dikongsikan bersama anda tentang sifat seorang pemburu yang tamak. Biarpun sifat itu tidak dizahirkan secara nyata, namun atas kesan tindakannya itu, ia memberikan kita banyak pengajaran. Pengajaran yang bagaimana? Ikuti kisah di bawah ini.

Pada satu hari, seorang pemburu telah menangkap seekor burung murai. Dengan perasaan sedih burung murai itu merayu kepada si pemburu.
Burung itu bertanya, ” Apa yang ingin engkau lakukan pada diriku?”
Lelaki itu menjawab ” Akan aku sembelih engkau dan makan engkau sebagai lauk”

“Percayalah, engkau tidak akan begitu berselera memakanku dan aku tidak akan mengenyangkan engkau. Jangan engkau makan aku, tetapi akan aku beritahu engkau tiga nasihat yang lebih baik dari engkau memakanku

Si burung berjanji akan memberikan nasihat pertama ketika berada dalam genggaman orang itu. Yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon dan yang ketiga ketika ia sudah mencapai puncak bukit.

Terpengaruh dengan rayuan si murai itu, si pemburu pun bersetuju. Lalu dia meminta nasihat pertama. Kata burung itu, “Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun engkau menghargainya seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal.”
Orang itu pun melepaskannya dan burung itu segera melompat ke dahan. Di sampaikannya nasihat yang kedua, “Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti.”
Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari sana ia berkata, “Wahai manusia malang! Jika tadi engkau sembelih aku, nescaya engkau akan dapati dalam tubuhku ada dua biji mutiara. Berat setiap mutiara itu adalah dua puluh gram.”

Terperanjat sungguh si pemburu itu mendengar kata-kata si burung murai.. Si pemburu berasa dirinya telah tertipu. “Bodohnya aku! Bagaimana aku boleh terlepas peluang yang begitu baik!”
Pemburu itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya. Namun katanya, “Setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga itu!”

Si burung murai menjawab,”Alangkah tololnya kau meminta nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali. Sudah kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan dan jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Cuba engkau fikirkan, hai orang yang dungu. Aku, dagingku, darahku dan buluku tidak logik seberat dua puluh gram. Oleh itu, bagaimana mungkin akan ada dalam perutku dua biji mutiara yang masing-masing seberat dua puluh gram? Aku tidak cukup besar untuk menyimpan dua butir mutiara besar! Kau tolol! Oleh kerananya kau harus tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia.”

Murai menyambung lagi, “Nasihatku yang ketiga adalah, memberi nasihat kepada sedozen bahlul seperti engkau ini adalah seperti menabur benih di tanah usang, tidak akan memberi faedah!”
Kemudian terbanglah si burung murai yang bijak itu meninggalkan si lelaki yang termenung akan ketamakannya itu.

Moral:

Itulah contoh betapa halobanya anak Adam yang jadi kelabu mata dari mengetahui kebenaran.
Jika seseorang menginginkan yang serba banyak atau terlalu panjang angan-angannya atas sesuatu yang lebih, nescaya hilanglah sifat qana’ (merasa cukup dengan yang ada). Dan tidak mustahil ia menjadi kotor akibat haloba dan hina akibat rakus sebab kedua sifat itu mengheret kepada pekerti yang jahat untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan mungkar, yang merosakkan maruah (harga diri).

No comments:

Post a Comment