Sebagai seorang manusia kita tidak boleh hidup dengan rasa sifat tamak. Sifat tamak
sebenarnya akan merugikan kita pada suatu hari nanti. Sebagai contoh kisah yang
ingin dikongsikan
bersama anda tentang sifat seorang pemburu yang tamak. Biarpun sifat itu tidak
dizahirkan secara nyata, namun atas kesan tindakannya itu, ia memberikan kita banyak pengajaran.
Pengajaran yang bagaimana? Ikuti kisah di bawah ini.
Pada satu hari, seorang pemburu telah menangkap
seekor burung murai. Dengan perasaan sedih burung murai itu merayu kepada si pemburu.
Burung itu bertanya, ” Apa yang ingin engkau
lakukan pada diriku?”
Lelaki itu menjawab ” Akan aku sembelih engkau
dan makan engkau sebagai lauk”
“Percayalah, engkau tidak akan begitu berselera
memakanku dan aku tidak akan mengenyangkan engkau. Jangan engkau makan aku, tetapi akan aku beritahu
engkau tiga nasihat yang lebih baik dari engkau memakanku “
Si burung berjanji akan memberikan nasihat
pertama ketika berada dalam genggaman orang itu. Yang kedua akan diberikannya
kalau ia sudah berada di cabang pohon dan yang ketiga ketika ia sudah mencapai
puncak bukit.
Terpengaruh dengan rayuan si murai itu, si
pemburu pun bersetuju. Lalu dia meminta nasihat pertama. Kata burung itu,
“Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun engkau menghargainya seperti hidupmu
sendiri, jangan menyesal.”
Orang itu pun melepaskannya dan burung itu segera
melompat ke dahan. Di sampaikannya nasihat yang kedua, “Jangan percaya kepada
segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti.”
Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung.
Dari sana ia berkata, “Wahai manusia malang! Jika tadi engkau sembelih aku, nescaya engkau
akan dapati dalam tubuhku ada dua biji mutiara. Berat setiap
mutiara itu adalah dua puluh gram.”
Terperanjat sungguh si pemburu itu mendengar
kata-kata si burung murai.. Si pemburu berasa dirinya telah tertipu. “Bodohnya
aku! Bagaimana aku boleh terlepas peluang yang begitu baik!”
Pemburu itu sangat menyesal memikirkan
kehilangannya. Namun katanya, “Setidaknya, katakan padaku nasihat yang ketiga
itu!”
Si burung murai menjawab,”Alangkah tololnya kau
meminta nasihat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama
sekali. Sudah kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan dan jangan
mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan
keduanya. Kau
percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu.
Cuba engkau fikirkan, hai orang yang dungu. Aku, dagingku, darahku dan buluku
tidak logik seberat dua puluh gram. Oleh itu, bagaimana mungkin akan ada dalam
perutku dua biji mutiara yang masing-masing seberat dua puluh gram? Aku tidak
cukup besar untuk menyimpan dua butir mutiara besar! Kau tolol! Oleh kerananya kau harus
tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia.”
Murai menyambung lagi, “Nasihatku yang ketiga
adalah, memberi nasihat kepada sedozen bahlul seperti engkau ini adalah seperti
menabur benih di tanah usang, tidak akan memberi faedah!”
Kemudian terbanglah si burung murai yang bijak
itu meninggalkan si lelaki yang termenung akan ketamakannya itu.
Moral:
Itulah contoh betapa halobanya anak Adam yang
jadi kelabu mata dari mengetahui kebenaran.
Jika seseorang menginginkan yang serba banyak
atau terlalu panjang angan-angannya atas sesuatu yang lebih, nescaya hilanglah
sifat qana’ (merasa cukup dengan yang ada). Dan tidak mustahil ia menjadi kotor akibat
haloba dan hina akibat rakus sebab kedua sifat itu mengheret kepada pekerti
yang jahat untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan mungkar, yang
merosakkan maruah (harga diri).
No comments:
Post a Comment